Friday 10 October 2014

Catatan Pendakian Gunung Merapi 2.916 Mdpl



Semua pasti sudah tahu tentang Gunung yang satu ini, Gunung yang paling aktif di Indonesia yang selalu rajin beraktivitas setiap tahunnya, apalagi kalau bukan Gunung Merapi. Gunung berketinggian 2.916 Mdpl ini terletak di antara daerah klaten, boyolali dan yogyakarta, selain mengerikan juga mengundang penasaran untuk bisa menapaki Puncaknya. sudah sekian lama rasa penasaran itu berkecamuk  dalam jiwa untuk mendaki puncaknya, tapi apa daya setelah berulangkali
berupaya dan selalu gagal karena erupsi dan lain sebagainya akhirnya kami berhasil menjejaki Puncaknya yang sangat eksotis itu pada 17 Agustus 2014 lalu .

Ya, tepat di HUT RI yang ke 69 aku dan dua kawan kuliahku Setyo dan Guntur berangkat dari rumah masing-masing, sepakat untuk mendaki Gunung Merapi. Setyo dan Guntur ini berangkat dari Semarang sedangkan aku sendiri berangkat dari rumahku Purworejo sehingga kami berjanji di pertigaan Ketep Pass. seperti kebiasaan para pendaki lainya sebelum pendakian membeli keperluan logistik, mengatur strategi perang, membagi jatah makanan, dsb sebelum akhirnya berangkat ke Base camp Barameru New Selo. kami tiba di basecamp sekitar pukul 8 malam, setelah sholat, makan, registrasi, dsb akhirnya tepat pukul setengah 9 malam kami bergegas memulai Pendakian

Ada ribuan pendaki yang naik kala itu, wajar kan di Pasar bubrah ada upacara bendera rutin setiap tanggal 17 dan tentu saja bertepatan dengan momen hari Kemerdekaan Indonesia. singkat cerita kami bertiga berjalan menyusuri gelapnya malam tapi cukup ramai, banyak pendaki-pendaki yang menyalip kami, kamipun tak tinggal diam untuk menyalipnya. akhirnya kami salip-salipan (lho malah). pukul 22.00 kami sudah menjejak di POS 2. Merapi sangat menyenangkan bagi kaum pemula nan alay seperti kami, tak ada tanjakan atau medan yang benar-benar menguras fisik, tak seperti di Sumbing dan Sindoro via Kledung yang sangat menguras stamina. 2 jam kemudian kami berjalan sudah banyak pendaki yang membuat tenda, itu artinya sudah dekat dengan pasar bubrah.

Berulang kali istirahat seperti biasa, diwarnai dengan sedikit badai akhirnya tepat pukul 00.30 dinihari kami sampai Pasar bubrah, atau pasar beneran ini?? . karena mungkin ada jutaan tenda layaknya Gunung sejuta umat Prau. sempat tercengang akhirnya kami kedinginan dan lapar, maka tenda harus segera dibangun. 30 menit membangun tenda diselimuti hawa dingin, di bawah jutaan bintang nan Indah, akhirnya tenda berdiri. kencing berulangkali lalu pada akhirnya aku, tarjo, dan tarmin tertidur pulas.

Bangun kesiangan seperti biasa, kami melewatkan momen sunrise, tapi ya untung masih kebagian sedikit, langsung kami mengeluarkan watak asli kami. Narsis. setelah bernarsis ria dengan sunrise khas pasar bubrah yang sangat indah, kami memutuskan untuk langsung summit attack. keburu siang dan melewatkan momen sarapan, karena perut belum minta makan. disinilah keunikan Merapi, trek setelah pasar bubrah berpasir semua. setiap satu langkah merosot tiga langkah. banyak juga teriakan ....awass batu ..batuu ...batuu cyiinntt ....., itu tandanya ada batu yang ngglundung dan kami harus menyingki agar tidak kena batu yang ngglinding tadi. setelah berulang-ulang-ulang kali istirahat sambil menyantap cemilan dipadu dengan keindahan Merbabu di kanan kami, akhirnya kami bertiga berhasil sampai di Puncak tertinggi Merapi.


Berkibarlah Benderaku

Sunrise emas

Terlalu keren

Pasir bergerak

me and tarjo

Menjelang sunrise

kawah berpasir 

Puncak bekas garuda

Itulah rangkaian singkat kisah yang tidak layak diceritakan dari kami bertiga dalam menapaki Gunung yang paling eksotis di Indonesia, jangan berhenti menikmati Indonesia sebelum masa tua datang, sebelum masa-masa membeli susu buat anak kita, sebelum masa kerja kantoran, sebelum masa diomeli istri, sebelum masa menimang bayi. mari kita buat cerita indah untuk anak, cucu kelak bahwa indonesia itu Eksotis. "semua orang bisa mendaki, semua orang bisa berfoto-foto di atas gunung. tapi hanya sedikit yang menulis tentang pendakian dan tentang foto itu sendiri".

-Salam Damai, Salam Lestari-

No comments:

Post a Comment